Minggu, 08 Januari 2012

TIDAK ADA KADERISASI


TIDAK ADA KADERISASI

Kesuksesan itu relatif dan berbeda-beda bidang. Bagi seseorang kesuksesan dapat dicapai dengan mudah dan cepat, bagi yang lainnya kesuksesan itu sulit dicapai dan tak kunjung datang. Kesuksesan bisa dibangun oleh diri sendiri dengan berbagai strategi dan relasi. Tapi jarang disadari dan direncanakan untuk sukses melalui proses kaderisasi. Secara tidak disadari proses kaderisasi ini sudah dilakukan seperti seorang anggota keluarga memberi pekerjaan kepada anggota lainnya dengan upah sebagai imbalannya, seorang teman memberi pekerjaan kepada temain lainnya dengan imbalan tertentu.
Kedua contoh di atas menjadi modal untuk membangun sistem kaderisasi yang baik dan terstruktur. Idealnya sistem ini dibangun secara organisasi kemasyarakatan, tapi paling tidak dalam pemikiran kita harus tertanam sistem kaderisasi tersebut. Mari kita bayangkan, apabila setiap orang anggota keluarga, teman sekampung, teman sekampus ingin sukses harus selalu memulai membangun kesuksesan dari nol, betapa lamanya kemajuan bangsa ini. Lain hal, apabila setiap orang berpikir untuk membuat kader, maka generasi penerus yang ingin meniti karir dan menata kehidupan tidak perlu dari nol, tapi sudah cukup melanjutkan langkah teman-temannya dan langkah saudara-saudaranya yang sudah lebih duluan “berhasil”.
Ambil contoh yang sederhana dan konkrit, ketika membangun sebuah Blog Perpustakaan Cisewu. Apabila kita berpikir kaderisasi, maka kita akan semangat mendukung untuk ikut berpartisipasi agar menjadi modal tulisan yang dapat dilanjutkan oleh generasi penerus, bahkan kalau ada kesempatan pasti dengan senang berbagi ilmu yang sudah dimiliki, walaupun belum berada dalam sistem fisik yang jelas. Tapi kalau kita tidak mau berpikir tentang kaderisasi, maka setiap orang akan membangun masing-masing blog dan malas untuk berpartisipasi dalam blog perpustakaan Cisewu tersebut. Pemikiran tanpa kaderisasi inilah yang membuat proses kemajuan suatu masyarakat lambat dalam membangun peradabannya. Penulis sendiri masih berjuang melawan egoism seperti ini.
Dengan semangat kaderisasi, ketika seseorang memiliki “keberhasilan” tertentu, maka orang itu akan segera mencari calon penerusnya, baik yang masih terkait dengan garis keluarga maupun orang lain yang dianggap membutuhkan bantuan untuk menopang hidupnya. Contoh, seorang guru memiliki ilmu tentang cara membuat alamat facebook, maka guru itu akan segera mencari orang lain yang ingin mengetahuinya. Istilah “Piraku WC neangan jalma” yang berarti bahwa yang butuh, datang dan melakukan pencarian adalah manusia, bukan kamar mandi. Ini tidak terlalu tepat diterapkan pada manusia, karena manusia itu hidup, tidak mati seperti kamar mandi. Maka ketika yang tahu cara membuat facebook itu hanya menunggu orang lain untuk bertanya, saya pikir ini tidak tepat, karena boleh jadi orang tidak berani atau belum terpikir masalah itu. Ini menjadi tugas bagi yang tahu facebook untuk menyebarkan ilmu facebook itu kepada orang lain. Dalam agama, kita mengenal dakwah Islam. Dakwah ini tentunya tidak menunggu orang lain bertanya, tapi kita berinisiatif untuk memperkenalkan ajaran Islam itu seperti apa? Berhentilah berpikir bahwa hanya orang miskin yang membutuhkan orang kaya, karena orang kaya juga membutuhkan orang miskin. Berhentilah berpikir bahwa hanya orang “bodoh” membutuhkan orang cerdas, karena orang cerdas juga pasti membutuhkan orang “bodoh”. Mari berpikir untuk sesama, karena kita dan orang lain ibarat suatu tubuh, walaupun tidak ada hubungan darah keluarga secara langsung. (Komarudin Tasdik)

Tidak ada komentar: