Kamis, 05 Januari 2012

MOBIL NASIONAL


MOBIL NASIONAL

Jargon “mencintai produk dalam negeri” sudah lama muncul, tapi sayang realisasinya belum begitu terlihat. Sekarang muncul informasi tentang adanya mobil buatan anak-anak negeri sebuah SMK di Solo, Jawa Tengah yang memperoleh dukungan dari walikotanya, yakni mobil esemka tersebut dijadikan mobil dinas walikota. Ini langkah apresiasi yang sangat bagus, karena akan menguatkan kepercayaan pasar terhadap kualitas kendaraan tersebut.
Kualitas produk dalam negeri belum selevel dengan produk luar negeri itu enggak masalah, apalagi bagi para pejabat  pemerintah. Bukankah pemerintah itu tugasnya melayani masyarakat. Dengan harga minimal 95 juta dan maksimal 240, serta diperkirakan akan laku kalau dijual dalam rentang 120 sampai 150 juta menurut perbincangan di salah satu stasiun televisi swasta, maka mobil tersebut diperkirakan cukup memadai sebagai sarana transportasi, karena para narasumber jabatannya cukup kompeten di bidangnya.
Apakah merasa minder menggunakan mobil seharga 95 juta? Saya pikir, seharga itu sudah mahal, harusnya pemimpin sudah habis hartanya demi memberi makan rakyat. Pejabat pemerintah itu bukan mencari lowongan pekerjaan, tapi sudah memiliki pekerjaan dan ingin membaktikan dirinya untuk bangsa. Pemikiran seperti ini harus ditanam, disiram, dan dipelihara baik-baik sejak masih miskin, agar ketika kaya tidak menjadi konsumen harta, tapi penderma harta. Di sini perlu komunikasi antara Si miskin dan Si kaya dengan pemikiran yang sama-sama terbuka. Si miskin tidak terlalu menyalahkan Si kaya, Si kaya tidak melupakan Si miskin. Persiapan calon pejabat pemerintah dalam “karantina kemiskinan”, barangkali akan menjadi pembinaan mental yang cukup agar para pejabat terbiasa hidup “miskin” (kata “miskin “diambil sebagai padanan kata “sederhana”, karena kata “sederhana” dan frase “hidup berkecukupan” seringkali dimanipulasi artinya menjadi kurang kaya karena menilai sederhana dibandingkan orang yang lebih kaya. Dengan terbiasa hidup “miskin” dalam karantina, maka akan malu ketika hidup berkecukupan, sementara rakyatnya masih banyak yang kelaparan.
“Seandainya negeri ini baru mampu memproduksi sandal jepit, maka itu lebih layak digunakan walaupun oleh seorang pejabat pemerintah sekalipun.”
Semoga harapan ini tidak berlebihan!

Tidak ada komentar: