Jumat, 17 Februari 2012

Belum Punya Anak

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salah satu yang menjadi kesedihan yang mendalam bagi seorang istri adalah belum punya anak. Ketemu orang tua, ditanya anak. Ketemu mertua ditanya anak. Ketemu teman ditanya anak. Istri stress, suami uring-uringan. Kenapa? Karena suami isteri tersebut hanya memiliki tujuan pernikahannya adalah membuat anak.
Padahal punya anak itu bukan satu-satunya tujuan pernikahan, bukan pula tujuan hidup. Anak merupakan generasi penerus garis keturunannya sedarah. Apakah dengan punya anak otomatis hidup ini baik? Apakah dengan punya anak otomatis masuk surga? Apakah dengan punya anak otomatis mendapatkan ridla Allah sebagai tujuan hidup yang sebenarnya? Tentu jawabannya tidak. Karena anak juga sangat memungkinkan orang tuanya terperosok ke dalam api neraka. Ini jarang disadari.
Manusia punya anak. Ayam punya anak. Kambing punya anak. Kerbau punya anak. Lalu, apa kelebihan kita kalau hanya ingin punya anak? Ini perlu direnungkan. Yakinlah Anak itu bukan kebanggaan satu-satunya.
Anak itu hal yang paling dinantikan dalam hidup ini, kata sepasang suami isteri. Tampaknya wajib hukumnya punya anak, kalau tidak, serasa berdosa. Inilah yang salah kaprah. Bukankah kita sering menjumpai anak-anak jalanan yang tidak punya orangtua? Bukankah banyak anak orang lain yang tidak mampu hidup layak karena orangtuanya miskin? Bukankah banyak anak-anak busung lapar, kelaparan, bahkan sampai mati mengenaskan di depan mata kita?
Banyak orang bilang itu beda, saya inginnya anak kandung sendiri, saya ingin anak yang keluar dari rahim sendiri. Disama-sama juga pasti beda, kalau anak kandung kan mewarisi darah sendiri.
Kalau seperti ini, kita secara tidak sadar berada dalam egoisme, merasa diri ini lebih baik dari orang lain, padahal belum tentu. Kita terlalu menuruti keinginan, bukan keharusan. Punya anak itu bukan keharusan, tapi memelihara anak yatim dan fakir miskin itulah kewajiban seorang manusia yang sangat nyata. Usaha untuk dikarunia anak itu bagus! Tapi jangan sampai menjadi pemaksaan diri untuk memilikinya.
Aduh jeng, ibu, ayah, omah, opah, aki, nini, om, tante, uyut, jangkawareng, udeg-udeg, kakait siwur. Aku sedi….ih, kenapa belum hamil juga ya..? Padahal dokter kandungan, pengobatan alternatif, dukun beranak, ma paraji, udah didatangi. Obat kimia, obat herbal, jamu, rujak buah masam sudah ku coba, tapi kenapa perut ini belum buncit juga….? Aku stress, aku putus asa, aku malu sama tetangga, aku malu sama teman2, aku malu takut disebut tidak bisa membahagian suami. Memang dijamin stress deh kalau sudah begini, la masalah dibuat sendiri.
Saya pikir solusi untuk masalah ini selain membaca kiat-kiat, cara-cara, tips-tips untuk memiliki anak, harus juga mempelajari cara hidup tanpa memiliki anak kandung. Mari sedikit kita menoleh para pemimpin besar mengenai prestasi anaknya.
Nabi Muhammad. Beliau memiliki anak laki-laki dan perempuan, tapi putranya tidak menjadi pewaris kepemimpinannya di khilafatil urosyidin, tapi empat sahabat Nabi lah yang berhak mewarisinya: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Kenapa bukan putra Rasulullah? Bukankah putra Rasulullah mewarisi darah Rasulullah secara langsung? Ini bisa dijadikan pelipur lara suami isteri yang mengidam-idamkan anaknya sebagai pemimpin, toh itu belum tentu. Keluarga Nabi Muhammad sendiri sudah memberikan contoh yang jelas terkait hal ini. Patahlah bahwa anak itu segala-galanya dalam keluarga.
Kita tengok ke dalam negeri. Soekarno? Putrinya ada yang menjadi presiden berarti ini mewarisi darah ayahnya, boleh dikatakan demikian, kalau mau. Tapi bagaimana dengan Soeharto? Presiden terlama Indonesia sampai saat ini, anaknya belum ada yang jadi presiden, bahkan kiprahnya banyak yang tidak menjurus ke kursi nomor satu itu. Ini lagi-lagi bukti bahwa anak kandung itu bukan segala-galanya.
Bahkan, sedikit dapat info meskipun saya belum menelusuri sumbernya yang kuat bahwa Imam Bukhari Sang Perawi Hadits nomor satu di dunia, jangankan punya anak, punya isteri saja tidak sempat. Kalau kita menganggap bahwa anak itu segalanya, bukankah tidak sebaiknya Allah memelihara keturunan Imam Bukhari melalui anaknya? Bukankah, seandainya Imam Bukhari punya anak akan menjadi pewaris ilmu hadits yang luar biasa yang dapat mengibarkan dakwah Islam? Tapi tidak seperti yang kita pikirkan, Allah pasti punya rahasia lain tanpa anak. Pasti….!
Pendek kata, berharap punya anak itu bagus. Tapi jangan stress karenanya. Anak bisa mendorong orangtua masuk surga, anak juga bisa menjerumuskan orangtua ke dalam neraka. Persiapkanlah diri ini untuk siap hidup bersama anak kandung, persiapkan juga diri ini untuk hidup tanpa anak kandung. Segala usaha dan do’a itu harus dilakukan dengan penuh harap, tapi jangan sampai kita mendikte Allah hanya karena seorang anak.
Semoga bermanfaat.
Saya Komarudin Tasdik
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Edisi MP3 dapat di download di http://komtas.wordpress.com/